Saya menuliskan ini ketika saya membaca status seorang siswa saya di jejaring sosial facebook yang kurang lebih mengungkapkan kekesalannya kepada GURU. Saat itu saya terperangah, seperti inikah sosok seorang guru dalam persepsi siswa. Saya terus berpikir. Saya juga teringat bagaimana saya telah memposting dalam salah satu blog saya Info Kita tentang Makna Guru. Namun ternyata makna Guru telah mengalami pergeseran sedemikian jauh hingga mendekati titik 'negatif'.
Pemahaman tentang GURU akan mengantarkan kita pada suatu abstraksi tentang bagaimana makna guru yang sesungguhnya yang kini menjadi bias.
Guru (dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah “berat”) adalah seorang pengajar suatu ilmu. Kaitan ini memang sangat erat mengingat masa lalu Indonesia didominasi oleh kebudayaan dari India. Arti dan maknanya sangat jelas, yaitu seorang pengajar suatu ilmu. Ilmu apa? Apa saja. Dalam level ini, guru memiliki kedudukan yang begitu tinggi dan ditinggikan sebagai seorang yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dari siapapun bahkan melintasi ruang kasta. Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva. Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini. Dalam Agama Islam, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ali, siapa pun yang telah mengajari kita tentang sesuatu atau sebuah ilmu bahkan jika ia hanya mengajarkan satu huruf saja, maka ia adalah guru bagi kita.
Dalam pemaknaan ini guru memiliki kedudukan yang tinggi dan maha penting. Status tidak diperoleh melalui keturunan (achieved Status) seperti gelar kebangsawanan namun diperoleh melalui usaha keras dan perjuangan untuk dapat menunjukkan kualitas diri sebagaimana diharapkan masyarakat dari seorang guru. Lintas generasi dan lintas golongan terlihat sekali dalam memaknai kata guru ini. Bahkan dahulu sang Maha Raja pun mengakui guru sebagai tingkatan Brahmana yang layak dijadikan tempat bertanya dan meramu ilmu.
Namun saat ini terjadi transisi antara makna guru masa lampau dengan masa kini. Kita, yang hidup pada masa ini harus menelan penjelasan yang terstruktur dengan jelas dalam Undang-Undang Guru tentang siapa sejatinya guru tersebut. Bahwa guru adalah seorang pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Hal ini bukanlah kesalahan. Namun ada yang tidak setara disini. Saat ini guru dibendung oleh dinding-dinding tebal dan kokoh yang menempatkannya dalam ruang kelas bersama murid-muridnya. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain:Dosen, Mentor, ataupun Tutor. Profesionalisme guru memang tak salah untuk dilakukan, namun harus membawa kebaikan yang hakiki bagi pendidikan. Mungkin secara administratif hal ini disadari akan mampu menunjang pendidikan Indonesia tapi haruslah diingat bahwa pendidikan tidak bersendi pada unsur-unsur administratif saja, bukan pada kerangka kognitif saja namun juga pada segi afeksifitas yang membangun kesadaran naluriah.
Jiwa guru harus disebarkan sebagai Jiwa pendidik yang secara luas menyebarkan ilmu untuk pencerahan kehidupan manusia. Guru adalah sosok yang membimbing muridnya menuju dalan rahayubukan nilai normatif yang cenderung melahirkan manusia-manusia yang materialis dan individualis.Makna-makna simbolis itulah sebenarnya yang kian lama mereduksi makna guru.
Guru tak lagi dipandang sebagai orang yang luhur namun hanya sebatas pekerjaan atau profesi.
Kenyataan dalam masyarakat sekarang. Ruh guru telah lama membumbung hilang digantikan oleh mesin-mesin pengajar yang melandaskan orientasinya pada keprofesionalisme semata demi mencari penghidupan. Saatnya bagi yang sadar untuk berjalan pada jalan guru, yang hanya memperlihatkan kebaikan tanpa memandang materi. Memang ini klise namun saya percaya, materi bukanlah masalah besar karena ia akan mengikuti langkah kebaikan namun jika materi yang dijalankan maka kebaikan tak akan mengikutinya.
Salam Guru.
Hebat nih si ibu,,,bayaaakk sekali linknya,,,mantap bu guru :)
BalasHapusTerimakasih Ibu Guruku. Dari anakmu Muhammad Sabily / Billy (2007)
BalasHapus